Komitmen Pemimpin Kolaboratif Wujudkan Asta Cita Presiden

Komitmen Pemimpin Kolaboratif Wujudkan Asta Cita Presiden

JAKARTA — Lembaga Administrasi Negara (LAN) menggelar Seminar Nasional Policy Brief bertajuk “Kebijakan Inovasi Ekosistem Industri Pangan untuk Pertumbuhan Ekonomi”. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat I (PKN I) Angkatan 63 Tahun 2025 pada Senin (21/10).

Dalam rekomendasinya, Angkatan 63 menegaskan pentingnya penguatan kolaborasi dan pengawasan rantai pasokan pangan berbasis digital untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Ketua Angkatan 63 PKN I, Guswanto, menyampaikan bahwa proses pembelajaran PKN I telah menghasilkan 43 proyek perubahan dari para peserta. Sementara itu, policy brief angkatan disusun berdasarkan hasil kajian dan analisis mendalam. Rekomendasi tersebut diserahkan secara langsung kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang diwakili oleh Dida Gardera, Staf Ahli Menteri Bidang Konektivitas dan Pengembangan Jasa.

“Masih terdapat celah dalam regulasi sektor pangan, khususnya lemahnya kolaborasi antarpemangku kepentingan. Belum ada sistem yang jelas untuk membangun sinergi antarlembaga sehingga kebijakan sering berjalan parsial,” ujar Guswanto.

Ia juga menyoroti lemahnya sistem pemantauan dan insentif bagi industri pangan. Pengawasan yang belum optimal mengakibatkan potensi gangguan pasokan pangan sering tidak terdeteksi. “Insentif fiskal dan nonfiskal untuk mendorong industri pangan berkelanjutan pun belum memadai,” tambahnya.

Selain itu, ditemukan pula permasalahan distribusi pangan yang belum sepenuhnya berkelanjutan dan masih menghasilkan emisi tinggi. “Harga pangan yang fluktuatif menjadi isu penting yang harus segera diatasi,” jelasnya.

Sebagai solusi, seminar nasional tersebut merekomendasikan dua langkah utama. Pertama, peningkatan kolaborasi lintas sektor antara pemerintah pusat dan daerah, swasta, koperasi, serta masyarakat umum. “Perlu juga diterapkan sistem traceability berbasis digital untuk mengawasi rantai pasok pangan dari hulu ke hilir,” tegas Guswanto.

Kedua, penggunaan indikator pembangunan berkelanjutan (SDGs) sebagai tolok ukur evaluasi kebijakan pangan. “Kebijakan tidak hanya fokus pada ketersediaan pangan, tetapi juga keberlanjutan produksi, pola konsumsi, dan isu perubahan iklim,” ujarnya.

SDM Unggul untuk Industri Pangan

Salah satu peserta PKN I Angkatan 63 dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Hafidz Muksin, memperkuat pesan tentang pentingnya kepemimpinan kolaboratif dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional, yaitu memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Menurut Hafidz, penguatan sumber daya manusia (SDM) unggul merupakan kunci menuju Indonesia Emas 2045, sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo yang menekankan peningkatan kualitas SDM sebagai prioritas utama pembangunan.

Dalam seminar laporan implementasi proyek perubahan, Hafidz yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Bahasa Kemendikdasmen memaparkan proyek inovasinya bertajuk “SDM Unggul untuk Industri Pangan”. Proyek ini dilaksanakan secara kolaboratif bersama Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) serta Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Layanan Khusus (Ditjen PK dan PLK).

“Sebagai pemimpin kolaboratif, kami berkomitmen mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua agar lahir SDM unggul yang mendukung sektor pangan,” ujarnya.

Hafidz menyoroti ironi ketahanan pangan dan gizi masyarakat yang belum sepenuhnya terjamin meskipun Indonesia dikenal sebagai negeri agraris yang kaya sumber pangan. “Semua ini bermuara pada satu masalah utama, yaitu kualitas SDM yang belum adaptif terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,” ungkapnya.

Ia menggambarkan pembangunan SDM ibarat membangun rumah. “Fondasinya adalah literasi. Bukan hanya kemampuan membaca, melainkan juga pemahaman mendalam yang membebaskan jiwa dan pikiran,” tuturnya.

Badan Bahasa, lanjut Hafidz, berfokus pada peningkatan literasi melalui penyusunan kebijakan, penyediaan literatur pendukung, dan penerbitan buku bacaan bertema pangan. “Di atas fondasi literasi, berdiri pilar-pilar penting, seperti kurikulum vokasi yang relevan dengan dunia usaha dan industri serta guru SMK yang menjadi inspirator, bukan sekadar pengajar,” tambahnya.

Atap dari rumah besar pendidikan itu, katanya, adalah pabrik pembelajaran: ruang sakral tempat teori bertemu praktik dan mimpi bertemu kenyataan. “SDM unggul akan lahir sebagai panglima. Pangan adalah nadi kehidupan Nusantara dan literasi pangan yang kuat menjadi api yang menyalakan kreativitas dan inovasi generasi penerus bangsa,” pungkas Hafidz.

Sinergi Literasi, Kurikulum, dan Industri

Seminar Policy Brief ini juga menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Dida Gardera (Kemenko Perekonomian), Emmy Suryandari (Kementerian Perindustrian), dan Henny Navilah (Kementerian Koperasi dan UKM).

Forum tersebut menegaskan bahwa keberhasilan program ketahanan pangan melalui pendidikan vokasi sangat bergantung pada sinergi antara kebijakan literasi, kurikulum, kompetensi guru, dan kolaborasi dengan dunia industri. Pendekatan yang holistik dan integratif diharapkan mampu mencetak SDM unggul yang siap mendukung ketahanan pangan dan memperkuat pembangunan ekonomi nasional.

 




Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa