Kemendikdasmen Tekankan Kolaborasi Guna Mencegah Kepunahan Bahasa Daerah

Kemendikdasmen Tekankan Kolaborasi Guna Mencegah Kepunahan Bahasa Daerah

Jakarta, 25 Juli 2025—Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kemendikdasmen yang bekerja sama dengan Wacana Universitas Indonesia serta Kantor Universitas Leiden di Indonesia menggelar kuliah umum bertajuk Keanekaragaman dan Kelestarian Bahasa di Indonesia: Mengeksplorasi Variasi Regional dan Pelindungan Bahasa. Acara yang diselenggarakan secara hibrida di kantor Badan Bahasa dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube Badan Bahasa ini berhasil menarik partisipasi lebih dari 700 peserta dari berbagai latar belakang, mulai dari akademisi, mahasiswa, pegiat budaya, hingga masyarakat luas.

Kepala Badan Bahasa, Hafidz Muksin, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi yang tinggi atas antusiasme peserta serta kehadiran para narasumber, yaitu Nazarudin, akademisi sekaligus pegiat pelestarian bahasa dari Universitas Indonesia, dan Marian Klamer, profesor bahasa rumpun Papua dan Austronesia dari Universitas Leiden. Hafidz menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, tokoh masyarakat, akademisi, dan lembaga pendidikan sebagai kunci utama dalam memperkuat upaya pelestarian bahasa dan sastra di Indonesia.

“Kami sangat mengapresiasi kerja sama ini. Kolaborasi sangat penting dalam upaya pelestarian bahasa daerah. Jangan sampai warisan leluhur kita punah,” tegasnya.

Lebih lanjut, Hafidz mengungkap bahwa Indonesia dikenal sebagai rumah bagi lebih dari 700 bahasa daerah yang tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga cerminan kekayaan budaya dan identitas bangsa. Keanekaragaman bahasa ini diibaratkan sebagai taman kota yang penuh warna yang setiap warnanya melambangkan karakter unik dari masyarakat di berbagai penjuru Nusantara. Dalam kuliah umum ini juga ditekankan peran generasi muda sebagai pilar pelestarian bahasa daerah melalui berbagai kegiatan budaya, lomba bahasa, serta pemanfaatan media digital sebagai wadah ekspresi dan pengembangan bahasa lokal.

Sementara itu, Marian Klamer memaparkan betapa kompleks dan kayanya ekologi linguistik Indonesia yang meliputi tidak hanya bahasa daerah dan bahasa Indonesia, tetapi juga lingua franca lokal dan ragam Melayu yang telah berkembang selama berabad-abad. Ia mencontohkan fenomena di Pulau Pantar yang kecil, tetapi memiliki 11 bahasa lokal yang menandakan keberagaman yang sangat tinggi meskipun dalam wilayah terbatas. Sementara itu, Nazarudin membagikan studi kasus tentang bahasa Oirata di Pulau Kisar, Maluku, yang menghadapi tantangan penurunan jumlah penutur, tetapi terus dilestarikan melalui inisiatif lokal dan dokumentasi intensif.

Diskusi tersebut juga menyoroti peran strategis bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa sejak Sumpah Pemuda 1928 serta gerakan “Bangga Berbahasa Indonesia, Mahir Berbahasa Indonesia, dan Maju Bersama Bahasa Indonesia”. Namun, dominasi bahasa nasional ini juga membawa tantangan bagi keberlangsungan bahasa daerah yang mulai tergeser penggunaannya, terutama di ranah formal dan pendidikan.

Salah satu isu penting yang diangkat adalah keterbatasan pembelajaran bahasa daerah di sekolah yang masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan bahasa asing serta kurangnya sumber daya pengajar yang kompeten di daerah terpencil. Namun, inovasi dan upaya pelestarian terus dilakukan, seperti pengembangan platform digital, permainan edukatif berbasis budaya lokal, dan sistem penerjemah otomatis yang tengah dikembangkan oleh komunitas pemuda di beberapa daerah.

Sesi tanya jawab juga memberikan ruang bagi peserta untuk mengajukan berbagai pertanyaan terkait dengan dinamika bahasa di Indonesia, termasuk hubungan bahasa lokal Papua dengan bahasa Australia, strategi penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa ibu dalam keluarga multibahasa, serta pengembangan konten digital budaya yang makin kreatif.

Kuliah tersebut dipandu oleh Dora Amalia, Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra. Di akhir sesi Dora berharap dengan diadakannya kuliah umum ini, semangat kolaborasi, inovasi, dan cinta terhadap bahasa ibu maupun bahasa nasional dapat terus dijaga oleh seluruh pemangku kepentingan. Dengan begitu, bahasa daerah tidak hanya terlestarikan, tetapi juga berkembang maju sebagai warisan tak ternilai bagi bangsa. (Dewi-Devi)

Dokumentasi



Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa