Pelestarian Bahasa Daerah Perlu Kolaborasi Nyata dan Teladan dari Guru

Pelestarian Bahasa Daerah Perlu Kolaborasi Nyata dan Teladan dari Guru

Dalam sebuah dialog khusus di TVRI Sumatera Barat, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Hafidz Muksin, menegaskan pentingnya pelestarian bahasa daerah di tengah arus globalisasi yang makin kuat memengaruhi generasi muda. Kepala Balai Bahasa Provinsi Sumatera Barat, Rahmat, serta dua pelestari bahasa Minangkabau, Matron Masdison dan Jawahir, hadir pula dalam dialog tersebut dan memberikan pandangan mendalam terkait dengan dinamika dan tantangan revitalisasi bahasa daerah.

"Bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa, tetapi bahasa daerah adalah identitas budaya yang tidak boleh hilang. Kita menghadapi situasi serius: dari 718 bahasa daerah, banyak yang sudah berada di kategori kritis dan terancam punah. Oleh karena itu, pemerintah pusat terus berupaya melestarikan bahasa daerah melalui program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD)," ujar Hafidz.

Kepala Balai Bahasa Sumbar, Rahmat, menjelaskan bahwa pelestarian tidak hanya perlu dilakukan di daerah yang minim penutur, tetapi justru di daerah-daerah dengan jumlah penutur tinggi, seperti Sumatera Barat. Hal ini karena sikap positif masyarakat terhadap bahasa daerah cenderung menurun, bahkan di daerah asalnya sendiri.

“Kami bangga di Sumbar sudah ada program hari berbahasa daerah. Ini patut didukung karena menjadi ruang konkret untuk melatih dan menjaga kelestarian bahasa Minang,” kata Rahmat.

Sementara itu, Budayawan Matron Masdison menyoroti persoalan lain, yaitu kurangnya bahan ajar yang relevan dan berkualitas untuk anak sekolah. Banyak cerita atau materi yang digunakan tidak kontekstual, bahkan tidak layak bagi siswa sekolah dasar.

“Pernah ada anak SD disuruh baca cerita tentang pembunuhan atau nikahan dini. Materinya tidak sesuai. Padahal kita butuh cerita lokal yang membumi, seperti dongeng Minang, pantun, atau dendang,” ujar Matron.

Ia juga menekankan bahwa bahasa daerah tidak hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga medium nilai-nilai luhur. Misalnya, pantun Minang yang memiliki keterkaitan erat antara sampiran dan isi, berbeda dengan pantun Melayu lainnya. Menurutnya program yang dilaksanakan oleh Badan Bahasa sudah bagus untuk menekan kepunahan bahasa daerah. Namun, diperlukan kesadaran seluruh pihak termasuk pemerintah daerah. Sementara itu, pelestari budaya, Jawahir, menuturkan bagaimana lingkungan tempat tinggalnya menjadi laboratorium bahasa Minang bagi anak-anak. Ia bersama warga lain membentuk ruang bermain dan belajar berpantun serta berdendang agar anak-anak tetap mencintai bahasa ibunya.

“Saya ibu rumah tangga, tetapi saya dukung penuh pelestarian bahasa. Anak-anak kami bisa badendang, berpantun dan mereka senang. Di kota pun ini bisa dilakukan meskipun lingkungan kita heterogen,” ujarnya.

Menurut Hafidz Muksin, program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) dimulai sejak 2021 dan kini mencakup lebih dari 100 bahasa. Untuk model pelaksanaan, bahasa Minangkabau masuk dalam Model A, yaitu pembelajaran langsung di sekolah. Namun Hafidz menekankan bahwa keberhasilan program sangat bergantung pada kesiapan dan peran guru. Hafidz juga menyampaikan bahwa masih banyak guru yang mampu bicara bahasa Minang, tetapi tidaj dapat mengajarkannya. Jadi, bukan hanya anak-anak yang menjadi target revitalisasi, melainkan juga guru yang harus diberdayakan. Selain itu, perlu pelibatan praktisi budaya agar pembelajaran hidup dan tidak kaku. Ia juga mengajak pemerintah daerah untuk menciptakan ruang-ruang kreatif bagi anak, seperti lomba berpantun, pementasan badendang, atau festival cerita rakyat Minang, agar mereka punya pengalaman berbahasa daerah secara menyenangkan dan bermakna.

Di akhir acara, Hafidz Muksin kembali menekankan bahwa pelestarian bahasa daerah bukan hanya soal teknis, melainkan soal kesadaran, kolaborasi, dan tanggung jawab sosial. “Bahasa bukan hanya alat bicara, melainkan cara berpikir, merasakan, dan mewariskan nilai. Kita perlu dukungan semua pihak: guru, orang tua, budayawan, dan pemerintah. Hanya dengan itulah kita bisa mencegah punahnya warisan bahasa kita sendiri,” pungkasnya (Devi)

Dokumentasi



Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa