Media Sosial sebagai Ruang Edukasi Bahasa dalam Isu Kebencanaan
Di tengah derasnya arus informasi, media sosial menjadi
ruang yang sangat strategis bagi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan
Bahasa) untuk menghadirkan edukasi kebahasaan yang relevan bagi masyarakat.
Salah satu bentuk edukasi yang makin penting adalah pengenalan istilah-istilah
yang berkaitan dengan bencana alam. Istilah, seperti banjir bandang, banjir
kiriman, dan banjir rob, sering muncul dalam pemberitaan, tetapi tidak selalu
dipahami secara tepat oleh masyarakat. Demikian pula kata deforestasi—istilah
yang kerap terdengar dalam konteks kerusakan lingkungan, tetapi masih terasa
asing bagi sebagian orang.
Konten edukasi tentang kata deforestasi menunjukkan
performa yang sangat menonjol di media sosial. Konten ini berhasil meraih
130.490 tayangan dan menjangkau lebih dari 80.000 akun. Selain itu, konten ini
telah dibagikan sebanyak 530 kali. Capaian ini menunjukkan bahwa istilah
keilmuan yang selama ini dianggap berat ternyata memiliki kebutuhan tinggi di
kalangan masyarakat ketika disajikan dengan visualisasi yang sederhana dan
mudah dipahami. Kinerja tersebut sekaligus menegaskan bahwa edukasi bahasa,
terutama terkait dengan istilah lingkungan dan kebencanaan memiliki relevansi
besar dan respons positif yang konsisten dari publik.
Melalui konten informatif di media sosial, Badan Bahasa
berupaya menjembatani kesenjangan pemahaman tersebut. Edukasi istilah tidak
hanya membantu masyarakat mengenali makna kata, tetapi juga memahami konteks
dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Ketika masyarakat mengetahui
perbedaan jenis-jenis banjir atau memahami keterkaitan antara deforestasi dan
peningkatan risiko bencana, mereka akan lebih siap menghadapi kondisi darurat
sekaligus lebih peduli terhadap upaya pencegahan.
Respons masyarakat terhadap edukasi bahasa semacam ini pun
cenderung positif. Banyak warga internet (warganet) yang merasa terbantu ketika
istilah-istilah tersebut dijelaskan secara sederhana, visual, dan mudah
dicerna. Komentar-komentar yang muncul menunjukkan bahwa konten kebahasaan yang
dikemas dengan ringan di platform digital dapat meningkatkan literasi bencana
dan memperluas wawasan publik, terutama dalam isu lingkungan dan keselamatan.
Dalam setiap unggahannya, Badan Bahasa menjadikan Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai rujukan utama. Keberadaan KBBI bukan
hanya sebagai kamus standar bahasa Indonesia, melainkan juga sebagai sumber
pengetahuan yang dapat diakses siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.
Melalui definisi kata yang dapat dipertanggungjawabkan, KBBI membantu
memastikan bahwa istilah yang dibahas benar secara konsep dan konsisten secara
pemakaian. Masyarakat dapat memanfaatkan KBBI untuk memahami ragam istilah kebencanaan,
lingkungan, dan persoalan sosial yang kian berkembang sehingga tidak mudah
tersesat oleh informasi yang keliru.
Upaya edukasi melalui media sosial inilah yang menegaskan peran penting Badan Bahasa dalam memperkuat literasi masyarakat. Ketika bahasa dijadikan pintu masuk untuk memahami isu-isu kebencanaan, edukasi tidak lagi hanya tentang kosakata, tetapi juga tentang keselamatan, kesadaran, dan pembentukan masyarakat yang lebih tangguh. Dengan memadukan data kebahasaan, pendekatan visual, dan pemanfaatan KBBI sebagai rujukan, Badan Bahasa membuktikan bahwa media sosial dapat menjadi wahana efektif untuk membangun pemahaman dan kepedulian publik terhadap isu-isu yang berdampak langsung pada kehidupan mereka.
Devi Virhana
Penulis adalah lulusan Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam yang aktif sebagai pegiat bahasa dan sastra Indonesia bagi penutur asing, analis media sosial, sekaligus Pranata Humas Ahli Pertama.