Keunikan Buku Dongeng Sebagai Media Pengenalan Suara pada Anak
Dongeng merupakan salah satu sastra lama yang dapat dikatakan sebagai tradisi lisan yang dituturkan secara turun-temurun oleh nenek moyang (Rahma Fiska, 2020). Tradisi lisan tersebut telah berkembang dari masa lampau sampai dengan saat ini dan kerap dijadikan sebagai pengantar tidur bagi anak-anak. Menurut Kamus Besar Berbahasa Indonesia, dongeng diartikan sebagai cerita yang tidak benar-benar terjadi, terutama tentang kejadian zaman dahulu yang aneh-aneh (Kamus Besar Berbahasa Indonesia, 2016). Dongeng diceritakan kepada anak sebagai hiburan meskipun dalam kenyataannya banyak cerita dalam sebuah dongeng yang melukiskan kebenaran karena mengandung pelajaran moral, bahkan sindiran. Dongeng biasanya menggunakan kalimat pembuka, isi, dan penutup yang klise (sering digunakan). Dongeng yang menggunakan bahasa Indonesia sering diawali dengan pada suatu hari …, di suatu desa terpencil …, dan sebagainya. Sementara itu, dongeng yang menggunakan bahasa Jawa sering diawali dengan anuju sawijining dino …. Anak usia dini sangat suka mendengarkan dongeng dari orang tua mereka, baik yang berupa kisah dari buku-buku, cerita pengalaman, kisah-kisah nabi, maupun cerita rakyat. Di sinilah letak keunikan dongeng yang ditulis untuk anak-anak usia dini atau ada yang menyebutnya dengan dongeng untuk kemampuan aspek tumbuh kembang anak usia dini.
Dongeng anak usia dini memiliki keunikan, yakni pada kalimatnya yang sederhana; isinya yang menceritakan sebuah kejadian, sederhana, dan singkat, tetapi informasinya jelas; serta ilustrasinya yang menunjukkan cerita yang hidup sehingga dongeng mudah diterima oleh anak-anak (Hendriani, 2020). Selain itu, dongeng mengandung nilai moral, misalnya kejujuran, doa-doa, dan kemandirian. Buku dongeng anak usia dini adalah jenis buku yang diperuntukkan bagi anak usia dini dan siswa kelas rendah yang akan dinikmati oleh anak-anak usia dini: pembaca dini berusia 4—6 tahun dan pramembaca usia 6—8 tahun (Amelia & Sapriani, 2022). Pada kategori usia dini dan kelas rendah, jenis buku dongeng anak usia dini penuh dengan ilustrasi dan narasi yang singkat dengan tebal buku rata-rata 46—100 halaman. Menurut Winda Kustiawan dkk., dongeng anak usia dini dapat mengenalkan berbagai jenis suara benda-benda, suara alam, dan suara tubuh manusia. Setiap suara memiliki simbol dan tanda sebagai alat komunikasi dengan orang lain atau makhluk hidup di sekitar. Anak usia dini membutuhkan pengenalan suara melalui dongeng anak.
Terdapat buku dongeng anak
yang berjudul Kumpulan Dongeng PAUD Mengenal Suara di Sekitar Kita karya
Heru Kurniawan dan Umi Khomsiyatun. Buku dongeng tersebut berisi 13 cerita
sederhana sehingga mudah dipahami anak-anak. Berbagai cerita bertema
jenis-jenis suara di sekitar, seperti suara ketukan pintu, degup jantung, dan
bel sepeda disajikan dalam buku tersebut secara imajinatif untuk mengasah indra
dan rasa ingin tahu anak. Selain itu, buku dongeng tersebut dilengkapi
aktivitas sederhana, seperti melingkari jawaban yang sesuai bagi anak. Hal itu bertujuan
untuk mengasah pikiran anak dan mengajarkan untuk mengingat kembali cerita pada
dongeng tersebut. Dari sinilah peneliti akan membahas pengenalan suara dalam
keseharian anak melalui buku kumpulan dongeng PAUD karya Heru Kurniawan dan Umi
Khomsiyatun yang berfokus pada hasil pembahasan mengenal suara benda dan suara
alam dalam keseharian anak. Suara tersebut terdiri atas dua jenis dengan
perincian sebagai berikut.
Suara yang Berasal dari Diri Manusia
Di dalam buku berjudul Kumpulan Dongeng PAUD: Mengenal Suara di Sekitar Kita terdapat enam judul cerita yang mengenalkan suara-suara yang berasal dari diri manusia. Suara-suara itu, antara lain, ialah sebagai berikut.
Hari ini pengumuman nilai ujian, aku mendapat nilai berapa, ya? Hatiku dag-dig-dug!
Di dalam cerita ada Jerapah yang menyampaikan perasaan cemas dan khawatirnya akan nilai ujian yang akan diumumkan oleh Ibu Guru. Perasaan cemas dan khawatir adalah perasaan yang lazim dirasakan oleh makhluk hidup, termasuk anak-anak. Anak yang cemas akan dapat merasakan detak jantungnya yang berdegup kencang dan terasa dag-dig-dug pada dadanya. Anak yang rasa cemasnya dibiarkan akan terganggu aktivitas kesehariannya. Dari sinilah langkah awal untuk melatih manajemen cemas anak dilakukan dengan cara melatih anak dalam mengenali rasa cemasnya melalui suara detak jantung. Selain itu, cerita berjudul “Dag-Dig-Dug” juga dapat mengajarkan wawas diri (self-awareness) bagi anak. Kesadaran utama dan pertama yang harus diajarkan kepada anak adalah kesadaran dirinya sebagai manusia yang “hidup”. Manusia yang hidup salah satu cirinya adalah memiliki detak jantung dan dapat bergerak.
2)
Suara Senandung
(Nyanyian)
Senandung lalala nanana ini merujuk pada suara ketika seseorang bernyanyi.
Dalam masa perkembangannya, anak mulai menyadari bahwa tenggorokannya dapat menghasilkan suara (melalui pita suara). Suara senandung Jerapah yang dahulu jelek kini menjadi makin indah. Ia pun menjadi lebih percaya diri dalam menyanyi dan mulai tampil di berbagai acara. Suaranya yang unik memberikan sentuhan spesial pada setiap penampilannya.
3)
Suara Batuk
Sambil menutup mulut, aku mencoba menahan batuk.
Dalam cerita berjudul “Uhuk-Uhuk-Uhuk!” ini anak akan diajarkan tentang tubuh dan fungsi biologisnya. Pengajaran tentang suara batuk membantu anak-anak memahami cara tubuh bekerja dan melindungi diri dari bahaya. Hal itu membantu anak memahami aspek biologis dari tubuhnya yang dapat menjadi dasar pemahaman kesehatan yang lebih baik pada masa depan. Selain itu, anak akan berlatih mengurangi ketakutannya. Suara batuk dapat menjadi hal yang menakutkan bagi anak-anak jika mereka tidak memahaminya. Dengan memperkenalkan konsep suara batuk secara positif dan informatif, hal itu dapat mengurangi ketakutan dan kecemasan yang mungkin timbul jika anak-anak mengalami batuk atau melihat seseorang batuk di sekitar mereka.
4)
Suara Bersin
Hatsyii! Hatsyii! Hatsyii!
”Kamu kenapa, Bebek?”
”Saya sakit flu, Bu.” jawab Bebek.
Dari teks tersebut dapat dipahami bahwa tokoh Bebek sakit flu yang ditandai dengan suara bersin, “Hatsyi, hatsyi, hatsyi!” Dengan menggambarkan suara bersin dalam cerita, pembaca dapat memahami bahwa Bebek sedang mengalami gejala flu dan itu juga dapat menjadi pengingat penting akan peran bersin dalam menjaga kesehatan tubuh manusia. Suara bersin, meskipun dapat mengagetkan, adalah bukti bahwa tubuh sedang berusaha membersihkan diri dari potensi bahaya yang harus dikeluarkan. Hal itu sama halnya dengan suara batuk yang mengajarkan suara bersin kepada anak sehingga membantu mereka memahami fungsi tubuh mereka. Suara bersin bisa mengagetkan, terutama jika anak tidak mengerti apa yang terjadi. Berdasarkan respons alami tubuh, anak-anak dapat lebih tenang ketika mereka atau orang di sekitar mereka bersin.
5)
Suara Perut Lapar
Perutku bersuara saat sampai
di sekolah.
Aku lapar sekali.
Kruuk, kruuk, kruuk.
Dari narasi tersebut dapat dipahami bahwa tokoh Jerapah mendengar perutnya bersuara kruk, kruk, kruk yang diakibatkan rasa lapar. Suara perut lapar digambarkan sebagai suara yang berderit atau berdengung, bergantung pada intensitas kelaparan. Suara perut lapar juga dapat menjadi tanda bahwa tubuh memerlukan energi dan nutrisi tambahan untuk menjalani aktivitas sehari-hari. Keunikan pengenalan suara perut lapar dapat menjadi cara yang menarik untuk mengajarkan rasa lapar, pentingnya makanan, dan bagaimana tubuh memberi tahu bahwa waktu makan telah tiba kepada anak-anak. Ini dapat membantu anak-anak memahami hubungan antara tubuh, emosi, dan kebutuhan nutrisi mereka.
6)
Suara Mengunyah
Kerupuk buatan Ibu sangat enak.
Aku suka sekali makan kerupuk
buatan ibuku.
Nyam, nyam!
Kerupuk ibuku sangat enak dan
gurih, kataku.
Teman-temanku menatap ingin.
Anak memuji makanan dengan menggambarkan rasanya
sebagai enak dan gurih. Anak menunjukkan ekspresi dalam mengapresiasi masakan
ibunya. Teman-teman anak menunjukkan ekspresi ingin mencicipi makanan setelah
mendengar deskripsi anak tentang kerupuk. Hal itu menunjukkan bagaimana makanan
yang enak dapat memengaruhi orang lain dan menciptakan respons sosial.
Suara yang Berasal dari Lingkungan Sekitar
Di dalam buku berjudul Kumpulan Dongeng PAUD: Mengenal Suara di Sekitar Kita terdapat tujuh judul cerita yang mengenalkan suara-suara yang berasal dari benda-benda sekitar. Suara-suara itu, antara lain, ialah sebagai berikut.
1) Suara Ketukan Pintu
Dalam cerita berjudul Tok-Tok-Tok, tokoh Jerapah sangat antusias setiap ada ketukan pintu. Ia menunggu ketukan pintu dari ayahnya yang pulang bekerja. Itu berarti bahwa ketukan pintu juga menandakan adanya kedatangan seseorang. Anak akan paham bahwa ketika ada ketukan pintu di rumah mereka, mereka harus membukanya. Hal itu akan melatih kesadaran anak terhadap lingkungannya sehingga tanggap dengan hal-hal di sekitar.
2)
Suara
Klakson Kendaraan
Bagi anak, suara klakson kendaraan memiliki beberapa implikasi dan manfaat, yakni (1) pengenalan awal transportasi (suara klakson kendaraan dapat membantu anak mengenali adanya kendaraan bermotor, seperti truk atau sepeda motor), (2) kesadaran keselamatan (anak-anak dapat diajari bahwa suara klakson adalah cara pengemudi memberikan peringatan kepada orang di sekitar mereka), (3) pengetahuan tentang lingkungan (suara klakson kendaraan merupakan salah satu aspek dari lingkungan kota atau lingkungan tempat anak tinggal), (4) pengalaman sensorik (suara klakson dapat membantu rangsangan sensorik perkembangan kemampuan mendengar mereka), dan (5) bahasa dan komunikasi (suara klakson kendaraan adalah bentuk komunikasi antara pengemudi).
3)
Suara
Benda Pecah
Prang-prang! Aku menutup telingaku. Vas bunga pecah.
Aku membuka mataku. Bola mendekat padaku aku marah. Aku tendang bola itu lagi. Bola memantul di dinding.
Aku semakin ketakutan. Maafkan Jerapah, Ibu.
Cerita tersebut menciptakan pengalaman pengenalan suara pecahan benda bagi anak yang cenderung merespons dengan reaksi emosional, seperti takut dan merasa bersalah. Anak dalam cerita tersebut menghadapi suara-suara prang-prang yang terjadi ketika vas bunga pecah. Reaksi pertamanya adalah menutup telinga dan wajahnya menunjukkan respons terhadap suara yang tak terduga. Namun, seiring berjalannya waktu, anak tersebut belajar mengatasi ketakutan awalnya saat bermain bola dan menunjukkan upaya untuk mengalihkan perhatian dari suara pecahan.
4)
Suara
Derak Air
Byur! Byur! Aku dan teman-teman terjun ke kolam renang. Segar sekali rasanya. Kami pun berenang.
Suara byur-byur mengarah ke pengenalan karakter Panda yang datang mendekati seorang anak. Itu adalah poin penting dalam cerita karena Panda memberikan bantuan dan dukungan kepada anak yang takut. Cerita ditutup dengan suara byur-byur yang menggambarkan kebahagiaan anak yang kembali berenang dengan senang.
5)
Suara
Jarum Jam
Jerapah, jangan makan dulu, kata Ibu.
Tik … tok … tik … tok.
Dalam kalimat pertama, ibu menginstruksikan anaknya (yang disebut sebagai Jerapah) untuk tidak makan dulu. Hal itu menciptakan situasi ketika anak harus menunggu sebelum ia dapat mulai makan. Suara tik … tok … tik … tok … menggambarkan suara dari jarum jam yang berdetak. Suara itu memperkenalkan anak pada suara jam yang teratur dan menggambarkan bagaimana waktu berlalu. Suara jarum jam membantu anak memahami konsep waktu dan bagaimana waktu berlalu. Ketika anak sudah mengenali konsep waktu, anak akan mengembangkan pemahaman tentang sekuens waktu, seperti pagi, siang, dan malam serta konsep waktu, seperti jam, menit, dan detik. Selain itu, anak belajar pengukuran waktu.
6)
Suara Bel Sepeda
Kring! Kring!
Permisi, sepeda mau lewat,
teriakku.
Teman-temanku segera menepi.
Mereka memberi jalan untukku.
Cerita dongeng di atas menceritakan Jerapah yang mempunyai sepeda baru. Ia mengenalkannya kepada teman-temannya dengan membunyikan suara kring-kring. Jerapah mengayuh sepeda dengan cepat dengan menyapa temannya. Sesampainya di titik Jerapah menjauh dari temannya, ia menabrak becak Cicak. Itu terjadi karena rem sepeda Jerapah blong. Jerapah pun jatuh. Dari sini tersirat pesan bahwa saat bermain atau bekerja jangan terlalu tergesa-gera. Anak-anak juga dapat merasakan bahwa bermain sepeda dengan cepat akan mudah membuat sepeda hilang kendali sehingga akan mengakibatkan kecelakaan.
Dengan demikian, dongeng sebagai media pengenalan
suara benda kepada anak usia dini dapat memberi penjelasan penting perihal
wujud benda dan suara yang setiap hari anak-anak dengar dan rasakan sehingga
anak dapat merespon dengan pancaindra yang aktif. Dari sinilah anak dapat
mengetahui dan memahami mana suara yang berasal dari manusia dan mana suara
yang berasal dari benda-benda di sekitarnya.
Referensi
Amelia, D.J. & Sapriani,
E. 2022. “Analisis Buku Dongeng Tradisional Jawa Berbasis Nilai-Nilai Karakter
pada Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar”. Dalam Journal on Teacher Education, 3(3),
536–543. Diakses
dari https://doi.org/10.31004/JOTE.V3I3.5285.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. Kamus Besar Berbahasa
Indonesia. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
Fiska, Rahma. 2020. “Pengertian Dongeng: Jenis,
Contoh, Nilai Moral, dan Manfaat-Gramedia Literasi”. Diakses
melalui https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-dongeng/?srsltid=AfmBOortO97QiUAojIxerloWyhvBZKe5BXvW50wyfO468zFZnIlBBT6v.
Hendriani, D. 2020. “Pengenalan Sejarah pada Anak Usia Dini dengan Metode Mendongeng”. Dalam Candra Sangkala, 2(1). Diakses dari https://doi.org/10.23887/JCS.V2I1.28802.
Puat, N.A. 2023. “Kajian Nilai-Nilai Kemanusiaan Menerusi Sajak Terpilih Suara Wirawan Negara Bangsa: Analisis Berdasarkan Teori Sosiologi”. Dalam Digital Special Collection (UMK Repository).

Nur Hafidz
Relawan Rumah Kreatif Wadas Kelir