Membangun Jalan Kebudayaan: Indonesia dan Korea Selatan Kian Kemari

As-sal?mu ’alaikum wa ra?matull?hi wa barak?tuh.

Salam sejahtera bagi kita semua. Semoga kita mendapatkan kemanfaatan dan keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa, amin.

Yang saya muliakan Bapak Jang Byung Hwan, Pemimpin Penerbit Siwasanmun.

Yang saya muliakan Ibu Kim Yang Sook, Ketua Komunitas Sastrawan Siwasanmun.

Yang saya muliakan Ibu Lee Eun Sook, Pemimpin Redaksi Siwasanmun.

Yang saya hormati panitia dari Komunitas Sastrawan Siwasanmun Korea Selatan, teristimewa Prof. Kim Young Soo, Ph.D.

Yang berbahagia peserta Konferensi Internasional Nusantara Raya Ke-2 dari Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Korea Selatan.

Pada tanggal 13 Juni 2021 untuk pertama kalinya saya menghubungi Prof. Kim Young Soo, Ph.D. melalui WhatsApp dengan maksud memintanya sebagai pereviu jurnal Islam dan kebudayaan Ibda’. Hal itu terjadi karena saya sebagai editor in chief ingin menjalin kerja sama dengan pereviu luar negeri untuk menaikkan reputasi jurnal agar terindeks Scopus. Di sela pembicaraan serius tentang artikel jurnal itu, Prof. Kim (demikian saya menyapa beliau) menawarkan kepada saya dengan berkata, “Bagaimana puisi dan esai Korea tentang agama Islam untuk Ibda’?” Saya menjawab, “Jurnal Ibda’ tidak ada rubrik puisi dan esai, Prof. Kim.” Saya maklum dengan tawaran Prof. Kim sekalipun merasa agak aneh dalam konteks Indonesia yang memang nyaris tidak ada jurnal yang mau memuat esai, apalagi puisi, kecuali jurnal ilmiah populer Ulumul Qur’an yang sangat legendaris itu. Jurnal Ulumul Qur’an itu terbit pada tahun 1991 dan bertahan hanya kurang dari 10 tahun.

Kala itu Prof. Kim mengomentari foto saya dan mengatakan bahwa wajah saya 51% Indonesia dan 49% wajah Korea. Tentu saja, kami saling berbalas gambar orang yang sedang tertawa.

Demikianlah, pada 3 Juli 2021, laman sksp-literary.com untuk pertama kalinya menayangkan cerpen karya Bagus Sulistio berjudul “Sang Penyanyi dan Putarannya yang Menakjubkan”. Saya teringat dengan Prof. Kim yang pernah menawarkan esai dan puisi terjemahannya terhadap karya sastrawan Korea Selatan. Inilah saatnya menyambut baik ajakan Prof. Kim. Tidak menunggu waktu lama Prof. Kim mendiskusikannya dengan Komunitas Siwasanmun. Walhasil, pada 8 Juli 2021 malam saya mendapatkan jawaban yang membahagiakan bahwa Siwasanmun setuju mengirimkan puisi dan esai karya para sastrawannya melalui terjemahan Prof. Kim.

Komunitas Siwasanmun didirikan oleh Almarhum Penyair Lee Choong I pada tahun 1994. Komunitas itu tetap menerbitkan majalah sastra musiman, empat kali setahun, hingga sekarang. Di samping itu, Siwasanmun mempunyai laman http://cafe.daum.net/kpoetry.

Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) dan Siwasanmun kemudian menuangkan kesepakatannya untuk bekerja sama di bidang bahasa, sastra, dan kebudayaan yang ditandangani pada tanggal 14 Juli 2021 oleh Bapak Jang Byung Hwan yang pada saat itu menjadi Ketua Komunitas Sastra Siwasanmun. Pada tanggal 1 Agustus 2021, menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-76 terbitlah maklumat kerja sama, profil Bapak Jang Byung Hwan, dan tiga puisi karya penyair Lee Choong Lee. Semua itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Prof. Kim Young Soo. Adapun tiga puisi yang mengawali kerja sama penerjemahan ini berjudul “Orang Pendahuluan Ditinggalkan Menjadi Cahaya”, “Tangan yang Bersih”, dan “Menanam Cahaya”. Selain menyair, Lee Choong Lee adalah pendiri majalah sastra triwulan Korea Siwasanmun (puisi dan prosa).

Prof. Kim Young Soo adalah juga putra dari seorang penyair Kim Yoon Tae yang dikenal oleh pembaca puisi Korea Selatan. Pamannya juga seorang penyair Kim Young Sung yang lebih dikenal sebab menjadi salah satu dari anggota Academy National Culture and Art Korea. Selain menulis puisi, ayahanda dari Prof. Kim menulis lagu dengan not baloknya berjudul “Lagu Pekerja Tambang” (1964).

Sejak pemuatan karya sastra terjemahan pertamanya itulah Prof. Kim terus bergerak di bidang bahasa, sastra, dan kebudayaan, di tengah ingar bingar mendunianya budaya K-pop. Akan tetapi, puisi-puisi karya sastrawan Siwasanmun, demikian pula esai pemikirannya, justru melakukan peredaman. Mereka menariknya pada keseimbangan kosmik, baik jagad besar, yaitu alam maupun jagad kecil, yaitu manusia. Mereka mengajak berdialog dengan alam, yaitu jalan sunyi sebagai keseimbangan dari jalan ramai serta dunia rohani sebagai keseimbangan dari dunia sains-teknologi Korea yang melesat dan canggih.

Korea Selatan merdeka pada 15 Agustus 1945 dan 2 hari kemudian, pada 17 Agustus 1945, Indonesia pun merdeka. Kedua bangsa tersebut sama-sama memanfaatkan momen kekalahan Jepang pada Perang Dunia Kedua dari Amerika Serikat. Keduanya sama-sama membebaskan diri dari penjajahan Jepang. Jepang pun lumpuh akibat bom atom yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat di Nagasaki dan Hirosima. Politik kekuasaan membawa manusia menuju perang yang berkepanjangan dan kehancuran peradaban manusia.

Latar belakang relasi sebagai bangsa terjajah pada Korea Selatan dan Indonesia membangun kesadaran sejarah bangsa bahwa politik kekuasaan semata menyeret mereka pada perang dan kehancuran. Oleh karena itu, Indonesia lebih memilih politik luar negeri bebas aktif yang diabdikan untuk kepentingan nasional. Bebas diartikan sebagai bangsa yang tidak memihak kepada kekuatan-kekuatan yang berseteru dan aktif diartikan bahwa Indonesia aktif dalam hubungan internasional dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia. Dengan prinsip bebas aktif ini, jalan kebudayaan menjadi penting untuk dilalui sebagai jalan utama pertemuan untuk membina hubungan antarbangsa, termasuk dengan Korea Selatan.

Dalam situasi perang antara Palestina dan Israel yang sama-sama hancur sekarang ini, kita menjadi ingat candaan dari Presiden Amerika Serikat (AS) yang ke-35, John F. Kennedy, “Jika politik bengkok, maka puisi akan meluruskannya.” Sayangnya, kali ini AS tidak memasok Israel dengan “puisi”, tetapi dengan “senjata” terbarunya. Peperangan seolah diciptakan demi bisnis persenjataan agar laku keras.

Indonesia dan Korea Selatan menempuh jalan kebudayaan untuk saling mengenal sehingga saling menyayangi sebagai sesama manusia. Dalam filosofi Jawa terdapat pepatah, yaitu ajining diri saka lathi, ajining raga saka busana yang bermakna ‘kemuliaan diri manusia ditentukan oleh ucapannya dan kemulianan tubuh manusia ditentukan oleh busananya’. Melalui jalan kebudayaan, dengan menerjemahkan karya sastra dan pemikiran dari para sastrawan, baik Indonesia maupun Korea Selatan, kita sedang saling mengenalkan wajah kemanusiaan yang mulia itu.

Apa yang sudah kita lakukan dalam membangun jalan kebudayaan ini? Dalam rangka memajukan kepentingan bersama antara Lembaga Kajian Nusantara Raya (LK Nura), UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, Indonesia dan Siwasanmun, Korea Selatan, kedua belah pihak sepakat melakukan upaya terbaik untuk mengembangkan bentuk-bentuk kerja sama sebagai berikut.

  1. LK Nura memuat karya sastrawan Siwasanmun yang telah diterjemahkan dari bahasa Korea ke dalam bahasa Indonesia pada laman sksp-literary.com.
  2. Siwasanmun memuat karya sastra dari sastrawan LK Nura pada laman atau media daring milik Siwasanmun yang telah diterjemahkan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Korea oleh pihak Siwasanmun (Prof. Kim Young Soo, Ph.D. secara sukarela).
  3. Siwasanmun memuat karya sastrawan LK Nura pada majalah musiman Siwasanmun setelah diterjemahkan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Korea oleh Prof. Kim Young Soo, Ph.D. secara sukarela.
  4. LK Nura dan Siwasanmun secara bersama-sama menerbitkan antologi puisi dalam dua bahasa, yaitu Korea-Indonesia di Indonesia (setelah ada kesepakatan khusus tentang penerbitan ini). Selain antologi puisi, dapat dipertimbangkan penerbitan lainnya, seperti antologi prosa fiksi dan nonfiksi.
  5. LK Nura dan Siwasanmun menyelenggarakan konferensi internasional dan penerbitan prosiding internasional terkait dengan penelitian bahasa, sastra, dan budaya di kedua negara.
  6. LK Nura dan Siwasanmun mengadakan kegiatan penelitian dan reviu jurnal bersama.
  7. LK Nura dan Siwasanmun mengadakan pertukaran informasi yang tidak terbatas pada pertukaran bahan pustaka, tetapi termasuk publikasi penelitian.
  8. LK Nura dan Siwasanmun mengadakan pertukaran pereviu untuk pengembangan kedua institusi.
  9. LK Nura dan Siwasanmun mengadakan pertukaran layanan masyarakat, termasuk pertukaran kegiatan sosial budaya.
  10. LK Nura dan Siwasanmun mengundang pejabat yang berwenang untuk saling berkunjung dan mengembangkan mekanisme kerja sama di antara para pihak yang terlibat.
  11. Kerja sama ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan jika diperlukan kesepakatan baru atau khusus, akan dilaksanakan secara musyawarah mufakat.

Naskah kesepahaman tersebut ditandatangani oleh saya sebagai Ketua LK Nura dan Bapak Jang Byung Hwan, M.A. sebagai Ketua Siwasanmun pada tanggal 24 Juni 2023. Kita sudah, sedang, dan akan terus membangun ”jalan kebudayaan” ini. Indonesia dan Korea Selatan kian kemari agar bermanfaat bagi kedamaian dunia.

Terima kasih yang mendalam saya sampaikan kepada Bapak Jang Byung Hwan, M.A. (Pemimpin Penerbit Siwasanmun), Ibu Kim Yang Sook (Ketua Komunitas Sastrawan Siwasanmun), Ibu Lee Eun Sook (Pemimpin Redaksi Siwasanmun), dan Prof. Kim Young Soo, Ph.D. karena atas jasa mereka 2nd Nusantara Raya International Converence (Nura Icon) dapat terlaksana dengan baik. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. E. Aminuddin Aziz, M.A., Ph.D., yang memberikan sinar terang bagi jalan kebudayaan dari UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto untuk Indonesia Jaya.

Wall?hu al-muwaffiq il? aqwamit-thariiq. Was-sal?mu ’alaikum wa ra?matull?hi wa barak?tuh.***

Abdul Wachid B.S

Kata sambutan Abdul Wachid B.S. sebagai Ketua Lembaga Kajian Nusantara Raya (LK Nura), UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto, pada 2nd Nusantara Raya International Conference (Nura Icon), Pertukaran Kebudayaan Korea Selatan-Indonesia, pada Kamis, 19 Oktober 2023, pukul 13.00—16.00 WIB

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa